Assalamualaikum. Selamat Datang. Blog Ini Dibuat Untuk Berbagi Pengalaman di Bidang Matematika, Biologi dan Kepenulisan

Selasa, 29 November 2016

Soal Persiapan UAS Semester Ganjil T.P 2016/2017


بسم اللّه الرّ حمن الرّ حيم

Ujian akhir semester ganjil tinggal menghitung hari, tentunya persiapan untuk menghadapinya harus semakin mantap lagi. Namun yang jadi masalah adalah cara belajar kita yang terkesan menyiksa diri sendiri, rata-rata kita hanya belajar dengan membaca dan menghafal buku-buku yang tebalnya luar biasa . Padahal itu saja tidak cukup. Bahkan hanya akan membuat lelah dan saat ujian tetap kebingungan. Saya mempercayai statment bahwa inti dari proses belajar itu bukan menghafal tapi memahami, sedangkan untuk memahami itu tidak cukup hanya di hafal. Oleh karena itu, diperlukan sekali soal-soal yang beragam yang dibuat khusus untuk persiapan UAS. 

Perlu diperhatikan saat berlatih dengan soal pilihan ganda yang memuat materi (bukan soal hitungan), kita seharusnya tidak hanya mencari jawaban dari soal tapi kita eksplor juga opsi-opsi lain yang bukan menjadi jawaban. Dengan begitu, secara tidak langsung kita dapat mengeksplor banyak materi. 

Dilatar belakangi oleh hal tersebut, saya ingin berbagi pada kalian semua, soal-soal persiapan UAS Matematika Kelas VII dan VIII juga persiapan UAS IPA Kelas VII. Meski soalnya masih banyak kekurangan, semoga ini bisa membantu kalian yang sedang bekerja keras untuk ujiannya.
Semoga Alloh SWT memudahkan kita semua dalam menghadapi UAS nanti. Amiin.

Berikut link soal-soal tersebut :


File dalam bentuk pdf, jika memerlukan password : smpitqm

Sabtu, 17 September 2016

KKM Itu Bukan Mainan!

(source : google.com)

Kriteria Ketuntanasan Minimal atau yang lebih akrab dengan sebutan KKM ini merupakan syarat minimal yang harus dicapai peserta didik jika ingin dinyatakan tuntas dalam suatu mata pelajaran. Jika peserta didik ini tidak mampu mencapai KKM maka dia harus menempuh proses pembelajaran perbaikan atau lebih dikenal dengan istilah remedial.

Proses penetapan KKM ini haruslah berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu mengacu pada 3 hal yakni, tingkat kesulitan mata pelajaran (kompleksitas), daya dukung sekolah terhadap proses pembelajaran mata pelajaran tersebut dan input peserta didik (inteks peserta didik). Tiga hal tersebut digunakan dalam analisis tiap indikator pencapaian pembelajaran setiap materi. Jika tingkat kesulitan indikator tersebut rendah maka poin kompleksitasnya tinggi dan jika tingkat kesulitannya tinggi maka poin kompleksitasnya rendah. Berbeda dengan kompleksitas, poin daya dukung semakin tinggi jika faktor pendukung tercapainya indikator pembelajaran semakin lengkap. Begitu juga inteks peserta didk yang dapat diambil dari nilai ujian nasional atau tes seleksi masuk (untuk penentuan KKM kelas awal) atau tingkat pencapaian KKM di kelas sebelumnya (untuk penentuan KKM kelas lanjut), semakin tinggi inteks peserta didik maka poinnya semakin tinggi. Poin dari ketiga faktor penentu KKM tiap indikator tersebut di hitung secara matematik dan akan menghasilkan KKM dalam rentang nol (0) sampai dengan seratus (100) jika penilaian memakai skala seratus. Kemudian, KKM tiap indikator ini dirata-ratakan berdasarkan kompetensi dasar dan akan menghasilkan KKM per-kompetensi dasar. Selanjutnya, KKM tiap kompetensi dasar ini dirata-ratakan dan akan menghasilkan KKM per-standar kompetensi. Terakhir, KKM tiap standar kompetensi dirata-ratakan sehingga menghasilkan KKM mata pelajaran yang nantinya akan dicantumkan di laporan hasil belajar/ rapor.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut tentunya proses penentuan KKM bukanlah hal yang harus disepelekan apalagi tidak dilakukan sama sekali sehingga dalam penentuan KKM pihak satuan pendidikan lebih memilih cara “kira-kira” yang terkesan seenaknya. Apalagi sekarang ini marak isu adanya “standar ideal” penetapan KKM yang musti dianut oleh setiap satuan pendidikan. Isu ini pun masuk ke sekolah yang sekarang ini menjadi tempat saya mengajar. Standar ideal terebut memaksa setiap guru mata pelajaran khususnya mata pelajaran yang akan diujian-nasionalkan untuk tidak menetapkan KKM kurang dari 75. Padahal fakta dilapangan, jika merunut pada langkah-langkah penetapan KKM yang seharusnya, tentunya akan kurang dari poin tersebut. Adanya standar ideal penetapan KKM ini dilatarbelakangi oleh statement bahwa peserta didik yang memiliki nilai dengan KKM rendah akan kalah bersaing dengan peserta didik yang memiliki nilai dengan KKM tinggi saat seleksi masuk sekolah di jenjang selanjutnya. Entah ini atas dasar apa yang membuat statement ini menjadi nightmare-nya guru-guru yang menginginkan peserta didiknya masuk ke jenjang pendidikan lanjutan di sekolah terbaik dan favorit. Efek isu ini sangat meresahkan guru-guru karena kami tentunya sangat kebingungan bagaimana bisa semua peserta didik yang memiliki kecerdasan majemuk dan daya tangkap pelajaran yang berbeda-beda dipaksakan untuk mencapai suatu target yang tidak memperhitungkan hal yang justru sangat penting dalam proses pembelajaran (3 faktor penentuan KKM). Akhirnya, beberapa guru ber-statment bahwa keputusan pemerintah yang menetap adanya KKM adalah salah dan perlu dikaji ulang bahkan diminta ditiadakan karena dianggap suatu tindak pemaksaan kepada anak, KKM membuat anak pintar semakin pintar dan membuat anak yang dinilai kurang mampu akan semakin tidak mampu. Selain itu, guru terkesan memisahkan urusan nilai dengan perkembangan pembelajaran peserta didik. Mereka tetap mengajar semaksimal mungkin agar peserta didiknya lebih meningkat prestasinya, dan untuk urusan nilai itu bisa diselesaikan dengan cara “mark up” atau lebih dikenal dengan istilah “katrol nilai” dengan tanpa melihat seperti apa peserta didiknya yang terpenting adalah nilai di rapor atau laporan hasil belajar anak bisa sama atau melebihi KKM yang telah distandar-idealkan.

Penetapan prestasi anak yang seperti ini tentunya akan berdampak negatif pada proses pembelajaran peserta didik di tingkat lebih lanjut. Akan ada banyak peserta didik yang masuk ke sekolah favorit karena nilai rapornya yang mencukupi padahal secara kemampuan mereka belum memenuhi sehingga pada proses pembelajarannya peserta didik tersebut akan dipaksakan dengan proses pembelajaran yang sesuai kebijakan sekolah tersebut. Hal ini akan sangat memungkinkan membuat peserta didik depresi dan menyerah dalam belajar sehingga terjerumus ke hal-hal yang kita takutkan sebagai guru dan orang tua.

Oleh karena kita sebagai guru, mari mulai menjalankan tugas sesuai pedoman yang sudah disosialisasikan pemerintah. Adanya penetapan KKM pada tiap mata pelajaran itu bukan “produk gagal” atau kesalahan fatal pemerintah dalam pendidikan yang mungkin selama ini terbersit dalam pemahaman kita.  Penetapan KKM itu justru penting bagi proses pendidikan karena pada prinsipnya proses pendidikan itu harus terencana dan terarah, dengan adanya KKM akan membatu guru untuk mengambil langkah yang seperti apa yang harus dia ambil dalam menerapkan konsep pembelajaran. Dengan kita sebagai guru menetapkan KKM sesuai dengan langkah-langkah yang disosialisasikan pemerintah, bisa dijamin peningkatan prestasi peserta didik akan lebih signifikan dan praktik “katrol nilai” tidak akan nampak lagi di dunia pendidikan Indonesia.

Selain itu, para pejabat di pemerintahan daerah atau pihak tertentu yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah sebaiknya harus mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan kebijakan. Seperti isu “standar ideal” penetapan KKM yang sangat memberatkan itu. Alangkah lebih bijaknya jika pihak-pihak tersebut turut terjun ke lapangan membantu para guru menuntutaskan masalah-masalah dalam proses pendidikan di sekolah terutama untuk hal penetapan KKM. Suatu daerah tidak mesti menjadi daerah terbaik hanya karena memiliki peserta didik yang memiliki nilai sangat tinggi tapi dalam praktik dilapangannya nol besar (soft skill yang rendah), daerah terbaik adalah daerah yang memiliki peserta didik yang dengan kecerdasannya yang beragam membawa efek positif dalam pembangunan daerah.

Para guru sudah sewajarnya menyuarakan aspirasinya jika menemukan hal yang janggal dalam proses pendidikan, bukannya bungkam dan asal “manut” saja. Harus selalu kita ingat, tugas menjadi guru adalah suatu amanah yang harus dijalankan sebaik mungkin dan semaksimal mungkin. Pikirkanlah peserta didik kita yang kita ajar itu akan menjadi khalifah di negara kita yang akan mengelola segala bentuk sumber daya alam dan menuntaskan permasalahan negara. Kita sebagai guru terutama yang telah mengabdi sangat lama sangat pantas sekali untuk berintropeksi pada pola pengajaran kita selama disekolah, para pemimpin yang senang berulah sekarang ini tidak bisa dipungkiri bahwa mereka dulunya pernah kita ajar, paham serta gaya kita ada yang mereka serap.

Pencapaian peserta didik yang bisa melewati KKM memang bukan jaminan penentu peserta didik bisa sukses dimasa depan, tapi penetapan KKM disini adalah pembiasaan yang bisa kita terapkan kepada peserta didik bahwa untuk mencapai sesuatu itu diperlukan target minimal. Dengan begitu, peserta didiknya akan terbiasa membentuk visi dan misi dalam menjalankan kehidupannya. So, KKM itu BUKAN MAINAN!!!

dipublish di : gurumenulisindonesia.wordpress.com

Miss, Tolong Bacakan Agar Ana Hafal!


(source : google.com)
Menjadi seorang guru di suatu sekolah adalah dambaan dan memang alasan utama saya untuk mengambil studi S1 kependidikan. Saya merasa dengan menjadi guru di sekolah saya bisa menciptakan suasana pembelajaran sesuai dengan apa yang saya inginkan dengan menerapkan berbagai metode yang telah saya kuasai, mungkin ini bertentangan dengan mereka yang menjadi guru di sebuah lembaga pendidikan non formal.

Hari ini, tepat 11 bulan saya menjadi seorang guru di sekolah ini. Sekolah yang pertama kali memberi label sebagai guru sekolah setelah dua tahun menjadi seorang pengajar. Selain itu, karena jarak rumah dengan sekolah ini cukup jauh, saya memutuskan untuk tinggal dengan peserta didik di asrama, sehingga bukan hanya bidang yang saya ambil saat perkuliahan saja yang saya ajarkan, juga bidang lain yang lebih berhubungan dengan keagamaan seperti mendampingi program hafalan Quran peserta didik, ataupun bimbingan akhlaq. Sehinga banyak sekali pengalaman unik yang saya dapatkan baik itu sangat menyenangkan ataupun mengharukan, salah satunya pengalaman saya bersama salah satu peserta didik dampingan saya di program hafalan Quran.

Sebut saja Salwa, dia merupakan salah satu anggota kelompok program hafalan Quran yang saya dampingi. Di bidang pelajaran umum maupun diniyah, Salwa sudah dikenal sebagai peserta didik yang perlu pengawasan dan bimbingan ekstra karena kemampuan dia dalam menangkap pelajaran membutuhkan waktu yang lebih lama ketimbang peserta didik lainnya. Suatu tantangan yang cukup besar menurut saya jika harus mendampingi program hafalan Qurannya juga, tetapi saya berusaha semaksimal mungkin untuk membantunya menghafal.

Sekolah ini mewajibkan setiap peserta didik untuk hafal minimal 3 juz dalam waktu tiga tahun dengan juz 30 sebagai juz yang pertama kali dihafal, sehingga minimal satu juz per tahunnya yang harus dihafal. Untuk peserta didik yang lain, menghafal satu juz tidak memerlukan waktu sampai satu tahun, bahkan ada yang hanya dalam waktu 3 bulan saja sudah selesai. Awalnya saya yakin bahwa dengan mengikuti alur dan teknik menghafal Salwa adalah langkah yang tepat, saya khawatir anak ini akan down jika terlalu diburu-buru atau dipaksakan dengan metode yang saya tahu. Saya biarkan dia untuk mencari ruang yang nyaman dan tenang untuk menghafal, dia hanya menghampiri saya untuk membenarkan pelafalan dan penyetoran. Proses penghafalan dari surat An-Nas hingga surat Al-Zalzalah sangatlah lancar dan saat penyetoranpun dia menghafal dengan lancar tanpa terbata-bata. “Miss, ternyata mudah yah menghafal itu. Alhamdulillah ana bisa cepat menghafal surat-surat ini, ya emang karena ana sering baca surat ini ketika solat, hehe”. Mendengar semangatnya, membuat saya semakin optimis bahwa dibalik keterbatasan dia dibidang lain, pasti dibidang ini dia bisa menjadi dirinya yang terbaik.

Akan tetapi, tantangan justru baru dimulai dari penghafalan surat Al-Bayyinah. Salwa mulai kesulitan menghafal, dalam sehari dia hanya bisa menghafal satu ayat saja itupun saat proses penyetoran dia masih belum lancar, beberapa bagian dia terlupa. Salwa mulai mengendur semangatnya. “Aduh miss, kok sekarang rasanya susah banget untuk menghafal? Kok ana harus lemah disemua bidang yah?” keluh Salwa sambil sedikit menguraikan air mata. Jujur saja saya ikut sedih, tapi berusaha untuk terus memotivasinya dan menguatkan dia untuk tidak menjadi pribadi yang lemah serta meyakinkan dia bahwa semua orang itu pasti bisa melakukan semua hal yang diusahakan.

Kegelisahan dan kekhawatiran Salwa tentang proses hafalannya memuncak saat ujian semester ganjil mulai mendekat yang mengharuskan peserta didik minimal telah menyetorkan setengah juz. Bagi Salwa syarat ini cukup berat karena hafalannya masih dibawah sepertiganya. Saya sebagai pendampingnya pun ikut khawatir dan mendorong saya untuk mengadakan pertemuan dengan koordinator Tahfidz untuk membahas permasalahan yang dihadapi peserta didik seperti Salwa. Beruntung, koordinator Tahfidz berbaik hati untuk memberikan dispensasi untuk Salwa. Khusus untuk peserta didik seperti Salwa tidak ada target minimal yang harus dicapai pada semester ganjil, namun koordinator tetap mengharuskan Salwa untuk bisa selesai menghafal satu juz di akhir semester genap nanti. Meski tetap terasa berat, setidaknya ada angin segar yang membuat Salwa tidak mengeluh terus bahkan frustasi. Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Alloh SWT., meski tidak bisa mencapai target setengahnya namun dia bisa mencapai target sepertiga juz yang disepakati antara saya dan Salwa.

Semester pun berganti ke semester genap namun kekhawatiran saya pada Salwa belum bisa berganti menjadi ketenangan. Saya berusaha untuk mencari solusi yang efektif untuk anak ini. Saya kemudian mencoba men-share-kan permasalahan ini di grup diskusi guru yang saya ikuti, alhamdulillah beberapa guru disana ada yang juga sebagai pendamping hafalan Quran. Saran mereka beragam, ada yang menyarankan untuk memutar murotal surat yang dihafal dari kaset atau media lain, solusi ini memang bagus namun terkendala dengan medianya, peserta didik dilarang membawa alat elektronik. Selain itu ada juga yang menyarankan menghafal dengan teknik gerakan namun cara ini perlu teknik khusus dari pelatih yang profesional. Terakhir ada yang menyarankan dengan teknik dilafalkan. Teknik ini menuntut pendamping untuk membacakan dengan jelas dan lantang ayat-ayat yang sedang dihafal secara berulang-ulang kemudian ditiru oleh peserta didik. Saya merasa cara ini mudah meski terlihat akan cukup menyibukan diri. Saya putuskan untuk mencoba cara ini, namun untuk meyakinkan diri bahwa cara ini bisa efektif saya putuskan juga untuk melakukan konsultasi dengan orang tuanya. Alloh memang Maha Pemeberi Petunjuk, Ibu Salwa berkata bahwa memang anaknya memiliki kesulitan dalam memahami dan menghafal namun kekurangan anaknya itu bisa diatasi jika ada yang mau mempraktekannya. Ibunya bercerita bahwa dulu Salwa selalu di tegur guru sekolah dasarnya karena selalu salah dalam melakukan wudhu padahal materi wudhu sudah dijelaskan dengan jelas, lalu Ibunya langsung memperlihatkan cara wudhu yang benar di depan Salwa hingga tiga kali, dan memang benar Salwa bisa mengikutinya dan kini cara berwudhunya berangsur benar. Mendengar pengalaman Ibunya itu, saya makin percaya diri dengan keputusan saya untuk memakai cara tadi.

Sejak saat itu, setiap jadwal program hafalan Quran, saya selalu meminta Salwa untuk duduk di depan saya, saya mulai melafalkan ayat yang harus dia hafal sebanyak tiga kali, Salwa mendengarkan sambil melihat mushaf. Saya kembali melafalkan ayat yang sama dan kali ini Salwa hanya mendengarkan tanpa melihat mushaf, di pelafalan saya yang kelima hingga ke sepuluh saya meminta dia untuk mengikuti pelafalan saya. Setelah pelafalan yang ke-10 saya minta dia untuk mengulanginya hingga 20 kali. Saya melakukan hal seperti ini bersama Salwa disetiap ayat yang harus dia hafal. Alloh Maha Memudahkan, kini ayat sesulit atau sepanjang apapun dia bisa hafal tanpa mengeluh, sehari dia bisa menghafal hingga delapan ayat jika ayatnya pendek-pendek. Kepercayaan dirinya kini kembali.

Sekarang, setiap sore saat jadwal program hafalan dan tanpa disuruh Salwa langsung menghampiri saya, “Miss, tolong bantu bacakan ayat-ayat ini yah biar ana cepet hafal” ujarnya sambil tersenyum dan dengan mata yang berbinar. Melihat ekspresi Salwa yang seperti itu ada rasa haru dan gembira yang begitu besar dalam hati, rasa banggapun terselip diantaranya. Bangga karena bisa memiliki anak didik seperti Salwa yang tak pernah terpuruk karena kelemahan yang dia miliki. Rasa syukurpun tak hentinya saya panjatkan pada Illahi, karena diberi kesempatan untuk belajar dan memahami situasi seperti ini dan mendapatkan pengalaman luar biasa seperti ini. Saya makin yakin bahwa Alloh tidak akan membiarkan umatnya kesulitan apalagi yang sedang berjuang di jalan Agung-Nya. Kedepannya akan ada Salwa-Salwa lain atau yang lebih unik dan luar biasa istimewanya, semoga dengan awal yang seperti ini akan Alloh bukakan ribuan pintu petunjuk untuk menghadapi semuanya.

Ujian kenaikan kelas telah berlangsung, batas waktu penyelesaian hafalan juz 30 tinggal tiga mingguan lagi dan tinggal satu surat lagi yang harus Salwa hafalkan. Salwa sangat optimis bahwa dia bisa menyelesaikannya kurang dari satu minggu. “Semoga Alloh selalu memberimu kemudahan dalam setiap hal, Nak!” doaku dalam hati.

Tulisan ini diapresiasikan sebagai rasa bangga saya terhadap semua anak didik saya yang tak pernah lelah berjuang untuk meraih ilmu yang bermanfaat.


Tiga Koma Delapan Lima

Hasil gambar
(source : google.com)

Yah, inilah kisah seorang gadis penuh harapan, percaya diri dan memiliki pemikiran yang matang untuk masa depannya. Setiap harinya dan setiap detiknya dia habiskan untuk menorehkan rangkaian huruf A di transkrip nilainya. Tak tanggung-tanggung, dia akan segera protes kepada tiap dosen saat nilainya mendapat B. Dia rela melakukan perbaikan demi menyempurnakan rantai A-nya.

Meski dikenal sebagai gadis kutu buku, dia berusaha untuk tetap ada di lingkungan sosialnya, tidak apatis dan selalu berusaha menjadi teman yang bisa membantu temannya meraih nilai memuaskan. “Bunda” begitulah panggilan kesehariannya, seantero Prodi tahu sosok yang sering dipanggil “Bunda” ini.

Semester demi semester dia lewati sesuai dengan target-target yang ia tetapkan sebelum perkuliahan dimulai. Rantai A pun terpajang indah di transkrip nilai semesterannya. Suatu kebanggaan bisa mendapatkan IPK yang tak pernah kurang dari 3,85.

Memasuki tahun ke-3, gadis ini menunjukan sosok lain. Tak seperti biasanya dia telat memasuki kelas, jarang berkomunikasi dengan temannya dan bahkan lupa mengerjakan tugas. Beberapa teman dekat di kelasnya berusaha mencari tahu penyebab perubahan “Bunda”-nya. Tak lama terungkaplah bahwa gadis ini telah memiliki seseorang yang amat dicintainya. Betapa mengejutkannya saat teman-temannya tahu bahwa laki-laki yang dicintai sosok "Bunda” ini adalah laki-laki paling bengal dan paling apatis dengan jadwal kuliah.

Sindiran teman-teman tentang perubahannya tak lantas merubah sikap apatisnya terhadap lingkungan sosialnya. Gadis itu, bergandengan setiap saat dengan pujaan hatinya. Dimanapun, kapanpun, selalu terlihat berdua. Tak ada lagi sosok “Bunda” yang selalu terlihat memimpin diskusi kelompok di pojokan gedung rektorat, tempat favoritnya bersama teman-temannya. Pojok gedung rektorat yang nyaman itu sekarang hanya menampilkan fenomena manisnya memiliki seorang pujaan hati. Hal ini membuat teman-teman sekelasnya iri dan tak pernah lagi memanggilnya “Bunda” bahkan tak menyapanya sama sekali. Keputusannya untuk tidak menanggapi berbagai sikap temannya itu diperkuat oleh sosok pangeran pujaan yang menjanjikan kebahagiaan dan kenyamanan untuknya.
Hanya satu teguran yang bisa membuatnya sedikit tersadar. Mrs. Herna, dosen wali yang sangat bangga atas prestasinya dulu, yang tak pernah absen menanyakan perkembangan pembelajarannya, menasehatinya untuk kembali fokus belajar memperbaiki indeks prestasinya yang turun hingga 0,50 point. Mrs. Herna memberitahu bahwa semester baru nanti akan ada instansi swasta yang akan memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang unggul dari segi indeks prestasi. Gadis yang dulu dikenal sebagai “Bunda” tersadar dan termotivasi untuk mendapatkan beasiswa yang akan menanggung biaya pendidikannya hingga 1 tahun kedepan.

“Aku harus berubah seperti dulu!” ujarnya percaya diri. Tekadnya untuk berubah seperti dulu sangat besar sebesar tantangannya juga. Pujaan hatinya sering kali protes saat dia membawa buku ke tempat biasa mereka nongkrong. “ Kamu pilih sama aku atau sama kerjaan kamu itu?”, “Kamu kesini mau nemenin aku atau ngacuhin aku sih? Udah kaya pajangan aja disini.”. Inilah tantangannya, sikap kekanak-kanakkan dari pujaan hatinya, tapi hal itu tidak membuatnya berpikir ulang untuk mempertahankan hubungan mereka, dia mengalah dan mengatur waktu sedemikian rupa hingga waktu nongkrongnya itu tak harus diganggu dengan kegiatan belajar.

“Tuhan, lelahnya aku!”. Keluhan seperti itu yang selalu terucap disetiap malam yang harus dia gunakan untuk memperbaiki prestasinya. Hampir setiap hari dia pulang pukul 19.00 karena harus menemani pujaan hatinya nongkrong, latihan band, hunting kostum manggung, dan terkadang membantu pujaannya itu mengerjakan, mungkin lebih tepatnya mengerjakan semua tugas kuliah si pujaan. Hanya kamar dirumah sajalah tempat yang bisa dia gunakan untuk mengejar indeks prestasinya yang dulu.

Ternyata suatu kebiasaan atau pola hidup yang telah lama dilakukan tapi kemudian ditinggalkan begitu saja, akan terasa sulit lagi untuk dimulai. Untuk mencapai IPK 3,85 lagi sulit sekali. Usaha untuk menurunkannya tidak perlu waktu lama, cukup satu semester maka turunlah indeks prestasi, tapi untuk menaikkannya butuh lebih dari satu semester.

Sosok “Bunda” bagi teman-temannya kini merasakan penyesalan yang tak terkira. Beasiswa yang dia idamkan tak berhasil dia raih, malah diraih oleh saingannya yang selama ini sulit mengalahkannya. “Tuhan, kenapa aku harus seperti ini? Apa sebenarnya akar dari masalah aku ini?”. Gadis ini menjerit dalam hati saat menerima kabar dari dosen walinya bahwa dia gagal mendapatkan beasiswa itu. Beruntung dosen walinya masih tetap memberikan motivasi kepadanya untuk tetap berusaha mencapai indeks prestasi yang ditargetkan. “Kamu sudah sangat hebat, perubahan kamu untuk kembali patut diacungi jempol. Soal beasiswa itu bukan tolak ukur kamu berhasil berubah atau tidak melakukan perubahan, dengan melihat kenaikan indeks prestasi kamu sebanyak 0,20 point saja itu sudah sangat luar biasa. Tetap semangat yah. Saya menyarankan kamu untuk segera meninggalkan hal-hal yang membuat perubahan negatif pada dirimu. Yakinlah, apapun yang kamu inginkan, suatu saat nanti pasti akan tercapai jika kamu sekarang berani lelah dan berkorban banyak hal. Tuhan tidak akan merubah manusia yang tidak mau berubah, benarkan?”. Dosen walinya memberi nasehat yang menyadarkannya akan hal-hal yang sebenarnya membuat gadis ini seperti sekarang. Senyum lebar dosen walinya saat memberikan motivasi seolah menjadi energi tambahan untuknya memutuskan langkah yang akan dia ambil untuk perubahan dirinya ke arah yang lebih baik.

Kini, seantero Prodi kembali berpihak padanya. Sosok “Bunda” kembali memotivasi teman-temannya untuk fokus dalam pembelajaran. Pojok rektorat itu kembali ramai oleh argumen-argumen yang luar biasa dari mahasiswa yang berdiskusi dengannya. “Aku harus berubah. Masa depanku harus luar biasa. Pengorbananku sekarang akan berbuah manis di masa depan nanti” tekadnya dalam hati. Tak ada lagi sosok pujaan hati yang membuatnya malas, lupa tugas, telat mengikuti perkuliahan dan meninggalkan komunitas diskusinya. Tanpa harus memutuskan hubungan, gadis ini bisa terbebas dari laki-laki yang telah membuatnya sadar betapa tidak ada manfaatnya menjadi sosok yang tidak kompetitif di kampus. Laki-laki itu dengan mudah saja  meninggalkannya setelah kesal dengan ungkapannya yang ingin mengejar impian. “Ini kasih sayang Tuhan untukku yang sempat berpaling dari jalan-Nya” bisik hatinya.

Hari ini adalah pengumuman kelulusan hasil sidang skripsi yang telah dia hadapi kemarin. Suasana sidang yang cukup menantang dan membuatnya banyak beragumen untuk mempertahankan isi skripsinya. Ada rasa pesimis dalam hatinya karena ada pertanyaan yang tidak bisa dia jawab dengan sempurna. Pembantu III Dekan Fakultas mulai mengumumkan hasil kelulusan sidang secara berurutan sesuai besarnya indeks prestasi kumulatif selama 9 semester. “Urutan pertama diraih oleh Latifah Nur Firdaus dengan indeks prestasi kumulatif 3,85 silakan memperkenalkan diri dan menyebutkan rencana studi selanjutnya”. Ya, nama gadis itu di panggil sebagai peraih indeks prestasi terbesar di Prodinya. Rasa haru, tak percaya, bangga, dan bahagia bercampur jadi satu. “Perkenalkan nama saya Latifah Nur Firdaus dari Program Studi Pendidikan Biologi, rencana studi selanjutnya Insyaallah saya akan melanjutkan program pasca sarjana ke UGM untuk jurusan Botani”. Suaranya terdengar bergetar menahan tangis bahagianya, air matanya hampir menetes setelah melakukan perkenalan itu.

Tiga koma delapan lima, angka yang begitu berharga bagi Latifah. Dengan angka itu dia sempat terlena oleh kemahsyuran namanya di Prodi. Dengan angka itu dia bisa tersadar akan kesalahan yang telah dia perbuat. Dengan angka itu dia bisa kembali menjadi sosok yang lebih berguna untuk dirinya dan orang-orang disekitarnya.

Sosok Latifah yang begitu luar biasa bisa terjatuh saat tidak bisa menggunakan akal sehat dan hatinya dengan benar. Akan tetapi, sosok Latifah ini masih tetap luar biasa karena bisa bangkit dari kesalahannya. Tak ada sungai yang airnya selalu jernih, tapi air sungai itu akan terus mengalir hingga airnya kembali jernih.


Senin, 12 September 2016

Motivasi dari Seorang Musyrifah


Apa yg sedang dijalani nikmatilah prosesnya, Ketika rasa menyerah mulai menyeruak dlm hati, Ingatlah orang-orang disampingmu selama ini berdoa penuh impian yg nyata, mereka memeras peluh tak kenal lelah demi kita yg berharga,

Tidakkah kita merasa iba saat orang yg begitu berperan dlm hidup kita ikut menangis kala menyerah terucap manis dari mulut kita,

Tidakkah kita merasa rugi saat silaturahim merenggang karena keegoisan kita


Tak perlulah kita merasa diri paling menderita ditengah ruangan penuh aturan

Tak perlulah kita merasa diri paling lelah ditengah hamparan tugas yg meronta-ronta

Tak ada cerita luar biasa yg tak berproses dengan jalan yg terjal, panasnya hati, sakitnya tiap sel tubuh

Cukupkanlah mengeluhnya, orang diluar sana sudah mampu terbang bersama cita-citanya sambil tersenyum lebar

Mengeluh hanya akan mjd tembok tinggi yg menutupi masa depan kita

Berkorbanlah dengan menikmati setiap proses dihidupmu, kelak senyummu akan sangat lebar, dan lelahmu akan terganti dengan emas2 yang berkilauan

#forMyBelovedStudent