Assalamualaikum. Selamat Datang. Blog Ini Dibuat Untuk Berbagi Pengalaman di Bidang Matematika, Biologi dan Kepenulisan

Sabtu, 17 September 2016

Tiga Koma Delapan Lima

Hasil gambar
(source : google.com)

Yah, inilah kisah seorang gadis penuh harapan, percaya diri dan memiliki pemikiran yang matang untuk masa depannya. Setiap harinya dan setiap detiknya dia habiskan untuk menorehkan rangkaian huruf A di transkrip nilainya. Tak tanggung-tanggung, dia akan segera protes kepada tiap dosen saat nilainya mendapat B. Dia rela melakukan perbaikan demi menyempurnakan rantai A-nya.

Meski dikenal sebagai gadis kutu buku, dia berusaha untuk tetap ada di lingkungan sosialnya, tidak apatis dan selalu berusaha menjadi teman yang bisa membantu temannya meraih nilai memuaskan. “Bunda” begitulah panggilan kesehariannya, seantero Prodi tahu sosok yang sering dipanggil “Bunda” ini.

Semester demi semester dia lewati sesuai dengan target-target yang ia tetapkan sebelum perkuliahan dimulai. Rantai A pun terpajang indah di transkrip nilai semesterannya. Suatu kebanggaan bisa mendapatkan IPK yang tak pernah kurang dari 3,85.

Memasuki tahun ke-3, gadis ini menunjukan sosok lain. Tak seperti biasanya dia telat memasuki kelas, jarang berkomunikasi dengan temannya dan bahkan lupa mengerjakan tugas. Beberapa teman dekat di kelasnya berusaha mencari tahu penyebab perubahan “Bunda”-nya. Tak lama terungkaplah bahwa gadis ini telah memiliki seseorang yang amat dicintainya. Betapa mengejutkannya saat teman-temannya tahu bahwa laki-laki yang dicintai sosok "Bunda” ini adalah laki-laki paling bengal dan paling apatis dengan jadwal kuliah.

Sindiran teman-teman tentang perubahannya tak lantas merubah sikap apatisnya terhadap lingkungan sosialnya. Gadis itu, bergandengan setiap saat dengan pujaan hatinya. Dimanapun, kapanpun, selalu terlihat berdua. Tak ada lagi sosok “Bunda” yang selalu terlihat memimpin diskusi kelompok di pojokan gedung rektorat, tempat favoritnya bersama teman-temannya. Pojok gedung rektorat yang nyaman itu sekarang hanya menampilkan fenomena manisnya memiliki seorang pujaan hati. Hal ini membuat teman-teman sekelasnya iri dan tak pernah lagi memanggilnya “Bunda” bahkan tak menyapanya sama sekali. Keputusannya untuk tidak menanggapi berbagai sikap temannya itu diperkuat oleh sosok pangeran pujaan yang menjanjikan kebahagiaan dan kenyamanan untuknya.
Hanya satu teguran yang bisa membuatnya sedikit tersadar. Mrs. Herna, dosen wali yang sangat bangga atas prestasinya dulu, yang tak pernah absen menanyakan perkembangan pembelajarannya, menasehatinya untuk kembali fokus belajar memperbaiki indeks prestasinya yang turun hingga 0,50 point. Mrs. Herna memberitahu bahwa semester baru nanti akan ada instansi swasta yang akan memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang unggul dari segi indeks prestasi. Gadis yang dulu dikenal sebagai “Bunda” tersadar dan termotivasi untuk mendapatkan beasiswa yang akan menanggung biaya pendidikannya hingga 1 tahun kedepan.

“Aku harus berubah seperti dulu!” ujarnya percaya diri. Tekadnya untuk berubah seperti dulu sangat besar sebesar tantangannya juga. Pujaan hatinya sering kali protes saat dia membawa buku ke tempat biasa mereka nongkrong. “ Kamu pilih sama aku atau sama kerjaan kamu itu?”, “Kamu kesini mau nemenin aku atau ngacuhin aku sih? Udah kaya pajangan aja disini.”. Inilah tantangannya, sikap kekanak-kanakkan dari pujaan hatinya, tapi hal itu tidak membuatnya berpikir ulang untuk mempertahankan hubungan mereka, dia mengalah dan mengatur waktu sedemikian rupa hingga waktu nongkrongnya itu tak harus diganggu dengan kegiatan belajar.

“Tuhan, lelahnya aku!”. Keluhan seperti itu yang selalu terucap disetiap malam yang harus dia gunakan untuk memperbaiki prestasinya. Hampir setiap hari dia pulang pukul 19.00 karena harus menemani pujaan hatinya nongkrong, latihan band, hunting kostum manggung, dan terkadang membantu pujaannya itu mengerjakan, mungkin lebih tepatnya mengerjakan semua tugas kuliah si pujaan. Hanya kamar dirumah sajalah tempat yang bisa dia gunakan untuk mengejar indeks prestasinya yang dulu.

Ternyata suatu kebiasaan atau pola hidup yang telah lama dilakukan tapi kemudian ditinggalkan begitu saja, akan terasa sulit lagi untuk dimulai. Untuk mencapai IPK 3,85 lagi sulit sekali. Usaha untuk menurunkannya tidak perlu waktu lama, cukup satu semester maka turunlah indeks prestasi, tapi untuk menaikkannya butuh lebih dari satu semester.

Sosok “Bunda” bagi teman-temannya kini merasakan penyesalan yang tak terkira. Beasiswa yang dia idamkan tak berhasil dia raih, malah diraih oleh saingannya yang selama ini sulit mengalahkannya. “Tuhan, kenapa aku harus seperti ini? Apa sebenarnya akar dari masalah aku ini?”. Gadis ini menjerit dalam hati saat menerima kabar dari dosen walinya bahwa dia gagal mendapatkan beasiswa itu. Beruntung dosen walinya masih tetap memberikan motivasi kepadanya untuk tetap berusaha mencapai indeks prestasi yang ditargetkan. “Kamu sudah sangat hebat, perubahan kamu untuk kembali patut diacungi jempol. Soal beasiswa itu bukan tolak ukur kamu berhasil berubah atau tidak melakukan perubahan, dengan melihat kenaikan indeks prestasi kamu sebanyak 0,20 point saja itu sudah sangat luar biasa. Tetap semangat yah. Saya menyarankan kamu untuk segera meninggalkan hal-hal yang membuat perubahan negatif pada dirimu. Yakinlah, apapun yang kamu inginkan, suatu saat nanti pasti akan tercapai jika kamu sekarang berani lelah dan berkorban banyak hal. Tuhan tidak akan merubah manusia yang tidak mau berubah, benarkan?”. Dosen walinya memberi nasehat yang menyadarkannya akan hal-hal yang sebenarnya membuat gadis ini seperti sekarang. Senyum lebar dosen walinya saat memberikan motivasi seolah menjadi energi tambahan untuknya memutuskan langkah yang akan dia ambil untuk perubahan dirinya ke arah yang lebih baik.

Kini, seantero Prodi kembali berpihak padanya. Sosok “Bunda” kembali memotivasi teman-temannya untuk fokus dalam pembelajaran. Pojok rektorat itu kembali ramai oleh argumen-argumen yang luar biasa dari mahasiswa yang berdiskusi dengannya. “Aku harus berubah. Masa depanku harus luar biasa. Pengorbananku sekarang akan berbuah manis di masa depan nanti” tekadnya dalam hati. Tak ada lagi sosok pujaan hati yang membuatnya malas, lupa tugas, telat mengikuti perkuliahan dan meninggalkan komunitas diskusinya. Tanpa harus memutuskan hubungan, gadis ini bisa terbebas dari laki-laki yang telah membuatnya sadar betapa tidak ada manfaatnya menjadi sosok yang tidak kompetitif di kampus. Laki-laki itu dengan mudah saja  meninggalkannya setelah kesal dengan ungkapannya yang ingin mengejar impian. “Ini kasih sayang Tuhan untukku yang sempat berpaling dari jalan-Nya” bisik hatinya.

Hari ini adalah pengumuman kelulusan hasil sidang skripsi yang telah dia hadapi kemarin. Suasana sidang yang cukup menantang dan membuatnya banyak beragumen untuk mempertahankan isi skripsinya. Ada rasa pesimis dalam hatinya karena ada pertanyaan yang tidak bisa dia jawab dengan sempurna. Pembantu III Dekan Fakultas mulai mengumumkan hasil kelulusan sidang secara berurutan sesuai besarnya indeks prestasi kumulatif selama 9 semester. “Urutan pertama diraih oleh Latifah Nur Firdaus dengan indeks prestasi kumulatif 3,85 silakan memperkenalkan diri dan menyebutkan rencana studi selanjutnya”. Ya, nama gadis itu di panggil sebagai peraih indeks prestasi terbesar di Prodinya. Rasa haru, tak percaya, bangga, dan bahagia bercampur jadi satu. “Perkenalkan nama saya Latifah Nur Firdaus dari Program Studi Pendidikan Biologi, rencana studi selanjutnya Insyaallah saya akan melanjutkan program pasca sarjana ke UGM untuk jurusan Botani”. Suaranya terdengar bergetar menahan tangis bahagianya, air matanya hampir menetes setelah melakukan perkenalan itu.

Tiga koma delapan lima, angka yang begitu berharga bagi Latifah. Dengan angka itu dia sempat terlena oleh kemahsyuran namanya di Prodi. Dengan angka itu dia bisa tersadar akan kesalahan yang telah dia perbuat. Dengan angka itu dia bisa kembali menjadi sosok yang lebih berguna untuk dirinya dan orang-orang disekitarnya.

Sosok Latifah yang begitu luar biasa bisa terjatuh saat tidak bisa menggunakan akal sehat dan hatinya dengan benar. Akan tetapi, sosok Latifah ini masih tetap luar biasa karena bisa bangkit dari kesalahannya. Tak ada sungai yang airnya selalu jernih, tapi air sungai itu akan terus mengalir hingga airnya kembali jernih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar