![]() |
(source : google.com) |
Menjadi seorang
guru di suatu sekolah adalah dambaan dan memang alasan utama saya untuk
mengambil studi S1 kependidikan. Saya merasa dengan menjadi guru di sekolah saya
bisa menciptakan suasana pembelajaran sesuai dengan apa yang saya inginkan
dengan menerapkan berbagai metode yang telah saya kuasai, mungkin ini
bertentangan dengan mereka yang menjadi guru di sebuah lembaga pendidikan non
formal.
Hari ini, tepat
11 bulan saya menjadi seorang guru di sekolah ini. Sekolah yang pertama kali
memberi label sebagai guru sekolah setelah dua tahun menjadi seorang pengajar.
Selain itu, karena jarak rumah dengan sekolah ini cukup jauh, saya memutuskan
untuk tinggal dengan peserta didik di asrama, sehingga bukan hanya bidang yang
saya ambil saat perkuliahan saja yang saya ajarkan, juga bidang lain yang lebih
berhubungan dengan keagamaan seperti mendampingi program hafalan Quran peserta
didik, ataupun bimbingan akhlaq. Sehinga banyak sekali pengalaman unik yang
saya dapatkan baik itu sangat menyenangkan ataupun mengharukan, salah satunya
pengalaman saya bersama salah satu peserta didik dampingan saya di program
hafalan Quran.
Sebut saja
Salwa, dia merupakan salah satu anggota kelompok program hafalan Quran yang
saya dampingi. Di bidang pelajaran umum maupun diniyah, Salwa sudah dikenal
sebagai peserta didik yang perlu pengawasan dan bimbingan ekstra karena
kemampuan dia dalam menangkap pelajaran membutuhkan waktu yang lebih lama
ketimbang peserta didik lainnya. Suatu tantangan yang cukup besar menurut saya
jika harus mendampingi program hafalan Qurannya juga, tetapi saya berusaha semaksimal
mungkin untuk membantunya menghafal.
Sekolah ini
mewajibkan setiap peserta didik untuk hafal minimal 3 juz dalam waktu tiga
tahun dengan juz 30 sebagai juz yang pertama kali dihafal, sehingga minimal
satu juz per tahunnya yang harus dihafal. Untuk peserta didik yang lain,
menghafal satu juz tidak memerlukan waktu sampai satu tahun, bahkan ada yang
hanya dalam waktu 3 bulan saja sudah selesai. Awalnya saya yakin bahwa dengan mengikuti
alur dan teknik menghafal Salwa adalah langkah yang tepat, saya khawatir anak
ini akan down jika terlalu diburu-buru atau dipaksakan dengan metode
yang saya tahu. Saya biarkan dia untuk mencari ruang yang nyaman dan tenang
untuk menghafal, dia hanya menghampiri saya untuk membenarkan pelafalan dan
penyetoran. Proses penghafalan dari surat An-Nas hingga surat Al-Zalzalah
sangatlah lancar dan saat penyetoranpun dia menghafal dengan lancar tanpa
terbata-bata. “Miss, ternyata mudah yah menghafal itu. Alhamdulillah ana
bisa cepat menghafal surat-surat ini, ya emang karena ana sering baca
surat ini ketika solat, hehe”. Mendengar semangatnya, membuat saya semakin
optimis bahwa dibalik keterbatasan dia dibidang lain, pasti dibidang ini dia
bisa menjadi dirinya yang terbaik.
Akan tetapi,
tantangan justru baru dimulai dari penghafalan surat Al-Bayyinah. Salwa mulai
kesulitan menghafal, dalam sehari dia hanya bisa menghafal satu ayat saja
itupun saat proses penyetoran dia masih belum lancar, beberapa bagian dia
terlupa. Salwa mulai mengendur semangatnya. “Aduh miss, kok sekarang rasanya
susah banget untuk menghafal? Kok ana harus lemah disemua bidang yah?”
keluh Salwa sambil sedikit menguraikan air mata. Jujur saja saya ikut sedih,
tapi berusaha untuk terus memotivasinya dan menguatkan dia untuk tidak menjadi
pribadi yang lemah serta meyakinkan dia bahwa semua orang itu pasti bisa
melakukan semua hal yang diusahakan.
Kegelisahan dan
kekhawatiran Salwa tentang proses hafalannya memuncak saat ujian semester
ganjil mulai mendekat yang mengharuskan peserta didik minimal telah menyetorkan
setengah juz. Bagi Salwa syarat ini cukup berat karena hafalannya masih dibawah
sepertiganya. Saya sebagai pendampingnya pun ikut khawatir dan mendorong saya
untuk mengadakan pertemuan dengan koordinator Tahfidz untuk membahas
permasalahan yang dihadapi peserta didik seperti Salwa. Beruntung, koordinator
Tahfidz berbaik hati untuk memberikan dispensasi untuk Salwa. Khusus untuk
peserta didik seperti Salwa tidak ada target minimal yang harus dicapai pada
semester ganjil, namun koordinator tetap mengharuskan Salwa untuk bisa selesai
menghafal satu juz di akhir semester genap nanti. Meski tetap terasa berat,
setidaknya ada angin segar yang membuat Salwa tidak mengeluh terus bahkan
frustasi. Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Alloh SWT., meski tidak bisa
mencapai target setengahnya namun dia bisa mencapai target sepertiga juz yang
disepakati antara saya dan Salwa.
Semester pun
berganti ke semester genap namun kekhawatiran saya pada Salwa belum bisa
berganti menjadi ketenangan. Saya berusaha untuk mencari solusi yang efektif
untuk anak ini. Saya kemudian mencoba men-share-kan permasalahan ini di
grup diskusi guru yang saya ikuti, alhamdulillah beberapa guru disana ada yang
juga sebagai pendamping hafalan Quran. Saran mereka beragam, ada yang
menyarankan untuk memutar murotal surat yang dihafal dari kaset atau media
lain, solusi ini memang bagus namun terkendala dengan medianya, peserta didik
dilarang membawa alat elektronik. Selain itu ada juga yang menyarankan
menghafal dengan teknik gerakan namun cara ini perlu teknik khusus dari pelatih
yang profesional. Terakhir ada yang menyarankan dengan teknik dilafalkan.
Teknik ini menuntut pendamping untuk membacakan dengan jelas dan lantang
ayat-ayat yang sedang dihafal secara berulang-ulang kemudian ditiru oleh
peserta didik. Saya merasa cara ini mudah meski terlihat akan cukup menyibukan
diri. Saya putuskan untuk mencoba cara ini, namun untuk meyakinkan diri bahwa
cara ini bisa efektif saya putuskan juga untuk melakukan konsultasi dengan
orang tuanya. Alloh memang Maha Pemeberi Petunjuk, Ibu Salwa berkata bahwa
memang anaknya memiliki kesulitan dalam memahami dan menghafal namun kekurangan
anaknya itu bisa diatasi jika ada yang mau mempraktekannya. Ibunya bercerita
bahwa dulu Salwa selalu di tegur guru sekolah dasarnya karena selalu salah
dalam melakukan wudhu padahal materi wudhu sudah dijelaskan dengan jelas, lalu
Ibunya langsung memperlihatkan cara wudhu yang benar di depan Salwa hingga tiga
kali, dan memang benar Salwa bisa mengikutinya dan kini cara berwudhunya
berangsur benar. Mendengar pengalaman Ibunya itu, saya makin percaya diri
dengan keputusan saya untuk memakai cara tadi.
Sejak saat itu,
setiap jadwal program hafalan Quran, saya selalu meminta Salwa untuk duduk di
depan saya, saya mulai melafalkan ayat yang harus dia hafal sebanyak tiga kali,
Salwa mendengarkan sambil melihat mushaf. Saya kembali melafalkan ayat yang
sama dan kali ini Salwa hanya mendengarkan tanpa melihat mushaf, di pelafalan
saya yang kelima hingga ke sepuluh saya meminta dia untuk mengikuti pelafalan
saya. Setelah pelafalan yang ke-10 saya minta dia untuk mengulanginya hingga 20
kali. Saya melakukan hal seperti ini bersama Salwa disetiap ayat yang harus dia
hafal. Alloh Maha Memudahkan, kini ayat sesulit atau sepanjang apapun dia bisa
hafal tanpa mengeluh, sehari dia bisa menghafal hingga delapan ayat jika
ayatnya pendek-pendek. Kepercayaan dirinya kini kembali.
Sekarang,
setiap sore saat jadwal program hafalan dan tanpa disuruh Salwa langsung
menghampiri saya, “Miss, tolong bantu bacakan ayat-ayat ini yah biar ana cepet
hafal” ujarnya sambil tersenyum dan dengan mata yang berbinar. Melihat ekspresi
Salwa yang seperti itu ada rasa haru dan gembira yang begitu besar dalam hati,
rasa banggapun terselip diantaranya. Bangga karena bisa memiliki anak didik
seperti Salwa yang tak pernah terpuruk karena kelemahan yang dia miliki. Rasa
syukurpun tak hentinya saya panjatkan pada Illahi, karena diberi kesempatan
untuk belajar dan memahami situasi seperti ini dan mendapatkan pengalaman luar
biasa seperti ini. Saya makin yakin bahwa Alloh tidak akan membiarkan umatnya
kesulitan apalagi yang sedang berjuang di jalan Agung-Nya. Kedepannya akan ada
Salwa-Salwa lain atau yang lebih unik dan luar biasa istimewanya, semoga dengan
awal yang seperti ini akan Alloh bukakan ribuan pintu petunjuk untuk menghadapi
semuanya.
Ujian kenaikan
kelas telah berlangsung, batas waktu penyelesaian hafalan juz 30 tinggal tiga
mingguan lagi dan tinggal satu surat lagi yang harus Salwa hafalkan. Salwa
sangat optimis bahwa dia bisa menyelesaikannya kurang dari satu minggu. “Semoga
Alloh selalu memberimu kemudahan dalam setiap hal, Nak!” doaku dalam hati.
Tulisan ini
diapresiasikan sebagai rasa bangga saya terhadap semua anak didik saya yang tak
pernah lelah berjuang untuk meraih ilmu yang bermanfaat.
dipublish di : gurumenulisindonesia.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar